My adventure

My adventure
SHIBO n Me

Selasa, 29 Mei 2012

BUKAN DIA YANG KUMAU



Surat terakhir dari kakak kembarnya kini tergeletak begitu saja di atas meja tulis Dion. Sekujur tubuh Dion masih terasa lemas atas kejadian beberapa jam yang lalu. Bumiayu, 28 Maret tepat dihari lahirnya bersama Diana, kakak kembarnya,  sebuah tragedi telah mengguncangkan saraf-saraf Dion hingga terbersit sebuah ingin tuk menyusul kakaknya. Seharusnya kini mereka merayakan ulang tahun bersama-sama di usia 18 tahun, tapi Tuhan berkehendak lain, Diana kakak yang paling dia sayangi telah menghadap Tuhan pukul 2 dini hari.
Dion beranjak dari tempat tidur, mengambil air wudhu dan sholat dua rakaat. Setelah hatinya dirasa cukup tenang, Dion memberanikan diri untuk membaca surat pemberian Diana. Sambil merebahkan tubuhnya di atas sofa samping tempat tidurnya, perlahan Dion membuka surat itu dan mulai membaca.
Bumiayu, 26 Maret 2012
Dear Dion,
Sebelum membaca surat ini, kakak minta adik jangan menangis yah,,,,,kalau masih saja menangis, tutup saja surat ini dan jangan hiraukan sampai kamu benar-benar lupa dengan peristiwa yang terjadi di tahun ini.
Dion menutup matanya dan menarik nafas perlahan. Meraba dadanya, menyakinkan bahwa dia akan membacanya pada hari ini juga.
Okeh,,,kakak tahu kamu pemberani dan tabah dalam menyikapi situasi yang telah terjadi. Tetaplah istiqomakh dan ikhlas merelakan kepergian kakak sayang...., karena kini kakak bisa lebih dekat dengan Rabb dan berkumpul dengan Bunda.
Dion,,,terimakasih untuk hari-hari yang telah kaulewati bersama kakak, sungguh anugerah terindah memilikimu, dan kita terlahir kembar. Terimakasih untuk Bunda terhebat kita, yang belum sempat kita lihat wajahnya demi memperjuangkan kita untuk melihat keindahan dunia yang penuh keajaiban ini. Terimakasih untuk ayah, pahlawan kita.
Dion, jangan lagi kamu mengutuk dirimu sendiri, jangan lagi menyalahkan Tuhan, jangan lagi mengeluh karna takdir ini, jangan lagi sayang.... tetaplah tegar, tatap dunia ini dan teruslah berjuang untuk kehidupanmu yang lebih baik.Aku ingin berbagi denganmu sebagai hadiah ulang tahunmu yang ke-18, karena mungkin waktuku takan cukup untuk membelikan sesuatu yang mewah. Aku ingin kamu pahami setiap kata-kata yang telah kugoreskan ini.
Semua bermula dari 28 Maret 2010, dimana pertama kali kumengenal Erik, tepat dihari jadi kita yang ke-16. Tak ada yang istimewa, aku dan dia langsung memutuskan untuk berpacaran tanpa memberitahumu dan ayah. Aku saat itu merasa sangat bahagia karna pertama kalinya mendapatkan cinta dari laki-laki selain kamu dan ayah. Aku tidak berpikir jauh bagaimana nanti akibat kedepan jika aku terus sembunyi-sembunyi menjalin hubungan ini. Aku takut kamu dan ayah tidak menyetujuinya, karena aku belum mampu untuk menerima kenyataan itu.
Masa-masa indah ketika SMA, terasa semakin indah ketika kurajut benang-benang kasih bersama Erik. Maaf jika aku menyembunyikan semua ini darimu, padahal aku selalu menuntutmu untuk menceritakan siapa-siapa saja cewe yang kamu suka dan kamu sayangi. Karena aku tidak ingin apa yang aku alami ini terjadi padamu. Salah satu alasan kenapa aku menyembunyikan ini adalah karena aku tergoda dengan cinta ini, terseret semakin jauh dalam manisnya bercinta dan terperosok kedalam gelapnya nafsu yang menyesatkan.
Malam itu, ketika sekolah kita mengadakan sebuah makrab untuk pengurus OSIS di Guci, aku diam-diam menyelinap keluar dari penginapan di Guci bersama Erik. Aku ingin melihat langit lepas dari bukit itu, aku ingin tidur dibawah gemerlapnya bintang-bintang, ingin menikmati indahnya cahaya purnama, dan aku ingin melewati malam indah itu hanya bersama Erik. Kamipun diam-diam menaiki bukit itu sampai tempat tertinggi dan tiada seorangpun selain kami berdua. Aku terbuai rayuan manis cinta, yang dibisikan perlahan melalui semilir angin. Aku tidak ingat bagaimana mulanya, tapi malam itu adalah malam pertama aku dan Erik bercinta dibawah terang bulan. Tidak ada penyesalan, tidak ada rasa takut, tidak ada rasa bersalah. Yang ada hanya cinta, cinta, dan cinta. Cinta yang telah membutakan aku, menyeretku keluar dari jalur norma dan yang paling parah aku buta dari ayat-ayat Tuhan. Inilah remaja, masa-masa untuk mencoba dan merasakan hal-hal baru, ingin cepat dewasa, tapi belum siap menanggung resiko di setiap langkahnya. Aku tahu itu salah, tapi rasa salah itu terlalu tipis dan rapuh dibandingkan dahsyatnya rasa cinta ini. Aku keliru telah menyembunyikan semua ini, aku salah telah beranggapan bahwa ini akan baik-baik saja sampai aku menikah dengan Erik. Sebuah kesalahan terbesar yang pernah kulakukan.
Maaf, aku menyembunyikan rahasia ini dari kamu dan ayah. Maaf, untuk kebohongan besar ini, sungguh tak ingin kulukai kalian berdua. Aku malu, dengan ini kubalas kasih murni ayah dan kamu, aku sangat terpukul, jiwa dan tubuhku belum siap untuk menyambut kehadiran makhluk baru yang tinggal dalam tubuhku. Maaf jika dengan cara yang lebih menyakitkan ini kusampaikan cinta sesatku. Aku jatuh dalam kegelapan yang paling gelap diseluruh jagad, tak bisa kembali, tak kutemukan udara, tak ada cahaya, hanya satu yang terpikir olehku, ‘MATI’.
Aku semakin terpojok, ketika ayah hanya diam tak bersuara melihat kenyataan yang menimpaku. Aku sangat berterimakasih jika ayah memukulku, mencambukku, bahkan mengusirku, tapi ayah hanya diam. Maaf, membuatmu harus melukai tanganmu dengan kaca meja untuk meluapkan  kekecewaanmu terhadapku. Kenapa tidak kau pukul saja kakakmu ini yang hina? Kenapa tidak kau maki dan cerca? Aku pantas mendapatkannya, dan aku rela membayar rasa sakit kalian dengan nyawaku yang tak berarti ini.
Tapi, lagi-lagi aku salah. Salah menerjemahkan kehidupan, membunuh diri sendiri bukanlah akhir dari masalah, bukan penyelamat dari kegelapan, bukan pula penyelesaian. Ayah menyadarkanku arti kehidupan, menuntunku kembali menuju cahaya Ilahi, memapahku untuk berjalan melewati duri-duri tajam ini. Keluarga, adalah penyemangatku, pemompa semangat hidupku yang sempat mati. Aku tahu aku harus bertanggung jawab dengan sikapku, hidupku, dan pilihanku. Ayah mengajakku melihat hal-hal yang lebih indah dari sekedar cinta untuk Erik, ayah menunjukkanku cinta yang murni dan tulus dari sebuah keluarga yang tak utuh ini. Aku yakin ibu melihat dari surga sana, dan ibu menanti kita semua untuk berkumpul entah kapan.
Berita kepindahan Erik keluar negri dan penolakan keluarganya akan diriku, bukanlah sesuatu yang mengerikan lagi bagiku. Aku tidak lagi begitu mengharapkan cinta dari Erik, aku tak lagi mengiba cintanya, karna dia bukan cinta yang hakiki, tapi cinta sesat yang menyesatkan. Bukan dia yang kumau tapi kasih Tuhan memeluk jiwaku. Mengampuni dosa-dosaku dan mempertemukanku dengan Bunda di Firdaus. Aku menginginkan itu Dion,bukan dia.
Aku bangga dengan kalian yang masih berada disisiku ketika aku sakit, aku bahagia memiliki ayah yang begitu tegar dan adik yang cerdas. Aku tidak menyalahkan siapapun mengenai peristiwa tabrak lari itu, aku tidak menyesal kehilangan kakiku,aku ikhlas makhluk mungil ini mendahului kepergianku, aku tidak merasakan sakit apapun tapi aku bahagia karena aku yakin Tuhan punya rencana lain yang lebih indah dibalik semua ini.
Empat bulan makhluk kecil ini tinggal dalam tubuhku dan menemani hari-hari indahku. Aku bersyukur tidak salah jalan, aku bersyukur atas hidayah dibalik peristiwa ini. Aku merasa semakin dekat dengan cinta kasih Tuhan. Dion,,,,jangan lagi kamu membenci Erik, biarkan Tuhan yang membalas perbuatannya, jangan kamu kotori hati sucimu dengan membenci dan mendendam. Aku takkan rela jika itu terjadi padamu. Percayalah, ada hal yang lebih indah menantimu di jalan sana, jangan menengok kebelakang, biarkan aku menjadi bagian kisah lalu dalam hidupmu. Aku ingin kamu belajar dari semua ini, jadilah sosok yang penuh tanggung jawab dan berhati-hatilah ketika dirimu merasakan cinta. Aku tidak ingin kamu terperosok ke dalam jurang. Jagalah perempuan yang kamu sayangi, berikan cinta yang hakiki untuknya, disaksikan Tuhan, ayah, penghulu, dan orang-orang yang menyayangimu.
Tahukah kamu apa yang kumimpikan pada malam kedua aku di rumah sakit? Sungguh itu mimpi yang luar biasa. Aku berjalan menyusuri taman-taman indah yang belum pernah kulihat, dengan air jernih nan segar mengalir dibawahnya. Berbagai jenis ikan cantik berlompatan dan menari mengikuti arusnya, kupu-kupu berkejaran disekelilingku. Tempat itu harum, dan sangat menawan. Sampai tak bisa kugambarkan dengan apapun, meski itu dengan megahnya rembulan emas di pucuk cemara, atau hangatnya senja di laut biru. Aku terus berjalan, hingga kutemui sosok wanita tercantik yang pernah kulihat tengah berdiri menyambut hangat kehadiranku. Tahukah kamu siapa wanita itu? “BUNDA”.
Saat kuterbangun, aku tahu waktuku tidak banyak lagi di dunia ini. Karena itu aku tuliskan semua yang ingin kusampaikan di hari ulang tahun kita untukmu. Satu hal lagi yang ingin kukatakan sebelum kuakhiri, aku ingin kamu menjaga ayah, jangan biarkan air mata mengalir darinya, buatlah ayah bahagia selalu dan bangga padamu. Jika kamu mampu, penuhilah keinginan ayah untuk menunaikan ibadah haji. Aku yakin kamu bisa, Dion.
Terimakasih untuk saat-saat terakhir yang kamu berikan untukku, percayalah aku disini bahagia. Jangan lagi menangis dik, jadilah setegar ayah.
Love You
Diana
            Dion mengusap peluh yang mengalir di dahinya, menutup kertas itu dan beranjak menuju jendela. Pagi yang cerah, perlahan Dion membuka daun jendela dan udara segar menerobos melewati pori-porinya. Dion merasakan bahwa hari ini adalah hari yang penuh dengan semangat baru.


Tegal, 30 Maret 2012