Surat terakhir dari kakak kembarnya kini tergeletak
begitu saja di atas meja tulis Dion. Sekujur tubuh Dion masih terasa lemas atas
kejadian beberapa jam yang lalu. Bumiayu, 28 Maret tepat dihari lahirnya
bersama Diana, kakak kembarnya, sebuah
tragedi telah mengguncangkan saraf-saraf Dion hingga terbersit sebuah ingin tuk
menyusul kakaknya. Seharusnya kini mereka merayakan ulang tahun bersama-sama di
usia 18 tahun, tapi Tuhan berkehendak lain, Diana kakak yang paling dia sayangi
telah menghadap Tuhan pukul 2 dini hari.
Dion beranjak dari tempat tidur, mengambil air wudhu
dan sholat dua rakaat. Setelah hatinya dirasa cukup tenang, Dion memberanikan
diri untuk membaca surat pemberian Diana. Sambil merebahkan tubuhnya di atas
sofa samping tempat tidurnya, perlahan Dion membuka surat itu dan mulai
membaca.
Bumiayu, 26 Maret 2012
Dear Dion,
Sebelum membaca
surat ini, kakak minta adik jangan menangis yah,,,,,kalau masih saja menangis,
tutup saja surat ini dan jangan hiraukan sampai kamu benar-benar lupa dengan
peristiwa yang terjadi di tahun ini.
Dion menutup matanya dan menarik nafas perlahan.
Meraba dadanya, menyakinkan bahwa dia akan membacanya pada hari ini juga.
Okeh,,,kakak
tahu kamu pemberani dan tabah dalam menyikapi situasi yang telah terjadi.
Tetaplah istiqomakh dan ikhlas merelakan kepergian kakak sayang...., karena
kini kakak bisa lebih dekat dengan Rabb dan berkumpul dengan Bunda.
Dion,,,terimakasih
untuk hari-hari yang telah kaulewati bersama kakak, sungguh anugerah terindah
memilikimu, dan kita terlahir kembar. Terimakasih untuk Bunda terhebat kita,
yang belum sempat kita lihat wajahnya demi memperjuangkan kita untuk melihat
keindahan dunia yang penuh keajaiban ini. Terimakasih untuk ayah, pahlawan
kita.
Dion, jangan lagi
kamu mengutuk dirimu sendiri, jangan lagi menyalahkan Tuhan, jangan lagi
mengeluh karna takdir ini, jangan lagi sayang.... tetaplah tegar, tatap dunia
ini dan teruslah berjuang untuk kehidupanmu yang lebih baik.Aku ingin berbagi
denganmu sebagai hadiah ulang tahunmu yang ke-18, karena mungkin waktuku takan
cukup untuk membelikan sesuatu yang mewah. Aku ingin kamu pahami setiap
kata-kata yang telah kugoreskan ini.
Semua bermula
dari 28 Maret 2010, dimana pertama kali kumengenal Erik, tepat dihari jadi kita
yang ke-16. Tak ada yang istimewa, aku dan dia langsung memutuskan untuk
berpacaran tanpa memberitahumu dan ayah. Aku saat itu merasa sangat bahagia
karna pertama kalinya mendapatkan cinta dari laki-laki selain kamu dan ayah.
Aku tidak berpikir jauh bagaimana nanti akibat kedepan jika aku terus
sembunyi-sembunyi menjalin hubungan ini. Aku takut kamu dan ayah tidak
menyetujuinya, karena aku belum mampu untuk menerima kenyataan itu.
Masa-masa indah
ketika SMA, terasa semakin indah ketika kurajut benang-benang kasih bersama
Erik. Maaf jika aku menyembunyikan semua ini darimu, padahal aku selalu
menuntutmu untuk menceritakan siapa-siapa saja cewe yang kamu suka dan kamu
sayangi. Karena aku tidak ingin apa yang aku alami ini terjadi padamu. Salah satu
alasan kenapa aku menyembunyikan ini adalah karena aku tergoda dengan cinta
ini, terseret semakin jauh dalam manisnya bercinta dan terperosok kedalam
gelapnya nafsu yang menyesatkan.
Malam itu,
ketika sekolah kita mengadakan sebuah makrab untuk pengurus OSIS di Guci, aku diam-diam
menyelinap keluar dari penginapan di Guci bersama Erik. Aku ingin melihat
langit lepas dari bukit itu, aku ingin tidur dibawah gemerlapnya
bintang-bintang, ingin menikmati indahnya cahaya purnama, dan aku ingin
melewati malam indah itu hanya bersama Erik. Kamipun diam-diam menaiki bukit
itu sampai tempat tertinggi dan tiada seorangpun selain kami berdua. Aku
terbuai rayuan manis cinta, yang dibisikan perlahan melalui semilir angin. Aku
tidak ingat bagaimana mulanya, tapi malam itu adalah malam pertama aku dan Erik
bercinta dibawah terang bulan. Tidak ada penyesalan, tidak ada rasa takut,
tidak ada rasa bersalah. Yang ada hanya cinta, cinta, dan cinta. Cinta yang
telah membutakan aku, menyeretku keluar dari jalur norma dan yang paling parah
aku buta dari ayat-ayat Tuhan. Inilah remaja, masa-masa untuk mencoba dan
merasakan hal-hal baru, ingin cepat dewasa, tapi belum siap menanggung resiko
di setiap langkahnya. Aku tahu itu salah, tapi rasa salah itu terlalu tipis dan
rapuh dibandingkan dahsyatnya rasa cinta ini. Aku keliru telah menyembunyikan
semua ini, aku salah telah beranggapan bahwa ini akan baik-baik saja sampai aku
menikah dengan Erik. Sebuah kesalahan terbesar yang pernah kulakukan.
Maaf, aku
menyembunyikan rahasia ini dari kamu dan ayah. Maaf, untuk kebohongan besar
ini, sungguh tak ingin kulukai kalian berdua. Aku malu, dengan ini kubalas
kasih murni ayah dan kamu, aku sangat terpukul, jiwa dan tubuhku belum siap
untuk menyambut kehadiran makhluk baru yang tinggal dalam tubuhku. Maaf jika
dengan cara yang lebih menyakitkan ini kusampaikan cinta sesatku. Aku jatuh
dalam kegelapan yang paling gelap diseluruh jagad, tak bisa kembali, tak
kutemukan udara, tak ada cahaya, hanya satu yang terpikir olehku, ‘MATI’.
Aku semakin terpojok,
ketika ayah hanya diam tak bersuara melihat kenyataan yang menimpaku. Aku
sangat berterimakasih jika ayah memukulku, mencambukku, bahkan mengusirku, tapi
ayah hanya diam. Maaf, membuatmu harus melukai tanganmu dengan kaca meja untuk
meluapkan kekecewaanmu terhadapku.
Kenapa tidak kau pukul saja kakakmu ini yang hina? Kenapa tidak kau maki dan
cerca? Aku pantas mendapatkannya, dan aku rela membayar rasa sakit kalian
dengan nyawaku yang tak berarti ini.
Tapi, lagi-lagi
aku salah. Salah menerjemahkan kehidupan, membunuh diri sendiri bukanlah akhir
dari masalah, bukan penyelamat dari kegelapan, bukan pula penyelesaian. Ayah
menyadarkanku arti kehidupan, menuntunku kembali menuju cahaya Ilahi, memapahku
untuk berjalan melewati duri-duri tajam ini. Keluarga, adalah penyemangatku,
pemompa semangat hidupku yang sempat mati. Aku tahu aku harus bertanggung jawab
dengan sikapku, hidupku, dan pilihanku. Ayah mengajakku melihat hal-hal yang
lebih indah dari sekedar cinta untuk Erik, ayah menunjukkanku cinta yang murni
dan tulus dari sebuah keluarga yang tak utuh ini. Aku yakin ibu melihat dari
surga sana, dan ibu menanti kita semua untuk berkumpul entah kapan.
Berita
kepindahan Erik keluar negri dan penolakan keluarganya akan diriku, bukanlah
sesuatu yang mengerikan lagi bagiku. Aku tidak lagi begitu mengharapkan cinta dari
Erik, aku tak lagi mengiba cintanya, karna dia bukan cinta yang hakiki, tapi cinta
sesat yang menyesatkan. Bukan dia yang kumau tapi kasih Tuhan memeluk jiwaku.
Mengampuni dosa-dosaku dan mempertemukanku dengan Bunda di Firdaus. Aku
menginginkan itu Dion,bukan dia.
Aku bangga
dengan kalian yang masih berada disisiku ketika aku sakit, aku bahagia memiliki
ayah yang begitu tegar dan adik yang cerdas. Aku tidak menyalahkan siapapun
mengenai peristiwa tabrak lari itu, aku tidak menyesal kehilangan kakiku,aku
ikhlas makhluk mungil ini mendahului kepergianku, aku tidak merasakan sakit
apapun tapi aku bahagia karena aku yakin Tuhan punya rencana lain yang lebih
indah dibalik semua ini.
Empat bulan makhluk
kecil ini tinggal dalam tubuhku dan menemani hari-hari indahku. Aku bersyukur
tidak salah jalan, aku bersyukur atas hidayah dibalik peristiwa ini. Aku merasa
semakin dekat dengan cinta kasih Tuhan. Dion,,,,jangan lagi kamu membenci Erik,
biarkan Tuhan yang membalas perbuatannya, jangan kamu kotori hati sucimu dengan
membenci dan mendendam. Aku takkan rela jika itu terjadi padamu. Percayalah,
ada hal yang lebih indah menantimu di jalan sana, jangan menengok kebelakang,
biarkan aku menjadi bagian kisah lalu dalam hidupmu. Aku ingin kamu belajar
dari semua ini, jadilah sosok yang penuh tanggung jawab dan berhati-hatilah
ketika dirimu merasakan cinta. Aku tidak ingin kamu terperosok ke dalam jurang.
Jagalah perempuan yang kamu sayangi, berikan cinta yang hakiki untuknya,
disaksikan Tuhan, ayah, penghulu, dan orang-orang yang menyayangimu.
Tahukah kamu apa
yang kumimpikan pada malam kedua aku di rumah sakit? Sungguh itu mimpi yang
luar biasa. Aku berjalan menyusuri taman-taman indah yang belum pernah kulihat,
dengan air jernih nan segar mengalir dibawahnya. Berbagai jenis ikan cantik
berlompatan dan menari mengikuti arusnya, kupu-kupu berkejaran disekelilingku. Tempat
itu harum, dan sangat menawan. Sampai tak bisa kugambarkan dengan apapun, meski
itu dengan megahnya rembulan emas di pucuk cemara, atau hangatnya senja di laut
biru. Aku terus berjalan, hingga kutemui sosok wanita tercantik yang pernah
kulihat tengah berdiri menyambut hangat kehadiranku. Tahukah kamu siapa wanita
itu? “BUNDA”.
Saat
kuterbangun, aku tahu waktuku tidak banyak lagi di dunia ini. Karena itu aku
tuliskan semua yang ingin kusampaikan di hari ulang tahun kita untukmu. Satu hal
lagi yang ingin kukatakan sebelum kuakhiri, aku ingin kamu menjaga ayah, jangan
biarkan air mata mengalir darinya, buatlah ayah bahagia selalu dan bangga
padamu. Jika kamu mampu, penuhilah keinginan ayah untuk menunaikan ibadah haji.
Aku yakin kamu bisa, Dion.
Terimakasih
untuk saat-saat terakhir yang kamu berikan untukku, percayalah aku disini
bahagia. Jangan lagi menangis dik, jadilah setegar ayah.
Love You
Diana
Dion
mengusap peluh yang mengalir di dahinya, menutup kertas itu dan beranjak menuju
jendela. Pagi yang cerah, perlahan Dion membuka daun jendela dan udara segar
menerobos melewati pori-porinya. Dion merasakan bahwa hari ini adalah hari yang
penuh dengan semangat baru.
Tegal, 30 Maret
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar