My adventure

My adventure
SHIBO n Me

Senin, 24 Oktober 2011

KALUNG UNTUK BULAN KECIL

Akhir Juli bukan hari yang menyenangkan, hujan terus mengguyur Indonesia walau dalam perhitungan meteorologi dan geofisika, harusnya ini musim kemarau. Entah mana yang lebih parah, hujan yang mengguyur terus-menerus ataukah kering tanpa setetes air jatuh?
Malam juga kelabu, dingin tanpa ada kehangatan dari sang rembulan atau kerlip bintang. Sayup-sayup angin menerobos tirai hujan, bulir-bulir air itu menerjang segala yang bisa dijangkaunya.
Dingin,,, sedingin hati Bulan yang tergolek di tempat tidur berselimut bulu tebal. Bulan menatap hampa menembus kaca jendela dalam keremangan. Seminggu lagi ulang tahunnya yang ke-11, tanpa ada tiupan lilin, kado, balon-balon, kembang api, kue tart gede, bahkan teman.
Pintu terbuka, seorang pengasuh datang membawa nampan berisi makan malam dengan menu seadanya. Pengasuh itu menaruhnya begitu aja dimeja kecil samping tempat tidur dan pergi tanpa mengatakan sesuatu. Bulan melirik makanan yang sudah dingin itu, mungkin sisa tadi siang dengan tatapan yang dingin pula. Bulan adalah anak kecil biasa, hanya berbeda pada penglihatannya yang diberkahi Tuhan mampu melihat makhluk-makhluk selain manusia. Tapi kemampuannya justru membuat ia diasingkan dari keluarga dan dikucilkan. Bulan menempati sebuah villa mungil milik kakeknya di pegunungan yang sepi. Dia diasuh seorang wanita tua yang tidak ramah dan laki-laki muda yang enggan berbicara. Bulan hanya berbicara sekali-kali dengan makhluk halus yang kadang menemuinya. Paling sering setan kecil yang cerewet bernama Aurel. Kematiannya yang masih muda dan mengenaskan akibat korban ilmu hitam yang dianut keluarganya, membuat setan itu selalu bergentayangan di bumi.
“Hai keong!!! Bengong aja sih. Tu makanan dari tadi ngeliatin terus pengin dimakan.” Kata Aurel datang tiba-tiba, Bulan menengok sebentar pada Aurel kecil yang lebih kecil darinya walau usianya sama dan kembali menatap jendela.
“Kenapa sih kamu. Bisu mendadak yah?!!! Kalau ga mau makan ya ngomong dong...... bilang apa gitu, atau menangis aja kalo sulit ngomong.” Aurel mencoba mengajak bicara Bulan, tapi Bulan malah menutupi wajahnya dengan selimut, berpura-pura tidak mendengar. Aurel memandang tubuh Bulan dibalik selimut itu dengan sedih sebelum terbang dan menghilang dikegelapan.
Maafin aku Rel, Aku ngga pengin terus-terusan bisa ngeliat kamu dan makhluk sejenismu. Aku ingin jadi anak yang normal, pengin kaya yang lain, tinggal dirumah yang  hangat bersama mama, papa, dan Reky kakaku. Bukan ditempat seperti ini yang dingin, sepi, dan terasingkan. Aku juga pengin sekolah bersama teman-teman manusia yang lain, bukan berteman dengan setan atau makhluk gaib lainnya. Kenapa keluargaku takut padaku??? Aku hanya anak kecil biasa yang butuh kasih sayang, haus akan cinta. Kata Bulan dalam hati
Pagi menjelang, Bulan beranjak dari kamarnya berharap keluarganya menyambut dia dan membawa pulang Bulan. Tapi hanya sebuah harapan kosong belaka. Begitu pintu dibuka, hanya terlihat wanita tua dan laki-laki muda yang sedang sarapan. Bulan males sarapan, Bulan lebih memilih jalan-jalan di kebun yang basah karna hujan semalam.
Segerombolan anak nakal menerjang Bulan dan menerobos tubuhnya, Bulan tak lagi menjerit atau heran dengan hal-hal itu, dia terbiasa melihat tubuhnya diterobos makhluk alam lain. Gerombolan anak itu menertawakan Bulan, mengejek Bulan, dan pergi entah kemana bersama ibu dan ayahnya yang pucat dan kosong tatapannya. Bulan duduk di bawah pohon cemara yang lembab, dibiarkannya rok merah ini menyentuh tanah basah.
Bulan beranjak menuju jalan utama, terlihat jalanan begitu ramai. Banyak warga berkumpul dan polisi dimana-mana. Sebuah mobil derek terlihat sedang mengangkut sebuah mobil yang terjepit dijurang. Mobil ambulans mengangkut mayat yang tak asing lagi bagi Bulan, yaitu anak-anak kecil tadi dengan orang tuanya.
“Minggir dik,” perintah salah polisi begitu melihat Bulan yang mulai mendekati mobil itu.

                                                                     ***
Bulan kembali melirik jam beker di kamarnya, tinggal satu menit lagi ulang tahunnya. Walaupun itu tak mungkin dirayakan dengan keluarga, tapi Bulan selalu memimpikannya. Sudah berhari-hari pula Aurel tidak menemuinya sejak malam terakhir itu. Bulan akui dia sangat merindukan teman satu-satunya itu. Tapi,,, mungkin saja malaikat sudah menjemputnya ke surga tuk jadi pelayan penghuni surga. Bukankah setiap anak kecil yang meninggal akan ke surga tuk jadi pelayan penghuni-penghuni surga yang terpilih?
Detak jam mengabarkan waktu tlah berkurang disetiap detakannya, detik berlalu menjadi menit, berlanjut ke jam, kemudian beranjak ke hari, bulan, tahun, abad, dan sampai waktu ini habis.
Ting-tong-ting-tong-ting-tong-ting-tong..................
Bunyi jam beker selama 24 kali itu mengumumkan kalau sekarang pukul 00.00 dan detik berikutnya, adalah ulang tahun Bulan yang ke-11. Bulan tersenyum, ini berarti 4 tahun sudah berada di villa sendirian tanpa ada kabar keluarganya. Selama itu pula dia terasingkan, berteman dengan setan, hidup dalam kesendirian. Tapi Bulan tersenyum, sama seperti langit malam ini, bulan tersenyum di ufuk Barat.
Angin kencang menderu,,, masuk melalui lubang-lubang jendela, tirai kamar Bulan berkibar-kibar dan sedetik kemudian jendela membuka bebarengan lampu kamar yang padam. Sedikit tersentak, biasanya Aurel dan teman-teman lain tidak datang dengan cara begini tuk mengucapkan selamat ulang tahun. Bulan beranjak dari tempat tidurnya, berjalan menuju jendela sambil tangan kanannya menghalangi angin yang menerpa wajahnya. Pohon-pohon cemara di belakang bergoyang dengan hebatnya, merontokkan semua jarum-jarum hijau yang menyerang ke arah Bulan.
“Argggggghhhhhhh............” jerit Bulan menahan semua serangan daun-daun jarum yang mendadak itu.
Terdengar kikikan Kuntilanak dikejauhan, Kunti yang menghuni pohon cemara itu dengan gokilnya menembakan seluruh daun-daun pohon cemara.
“Happy B’day gadis manis........ Hi..hi..hi...” kata Kunti itu yang kini sudah berada disamping Bulan diselingi kikik khasnya.
“Hentikan daun-daun ini!!!” bentak Bulan,
Kunti gaul itu kembali terkikik dan dengan lambaian tangannya, daun-daun cemara itu berhenti. Alhasil, kini kamar Bulan berantakan. Dengan enggan Bulan kembali ke tempat tidurnya sambil menggerutu.
“Ya ampun................, gak biasanya se judes gini lo ge ultah.” Gumam siKG(Kunti Gokil) sambil duduk di daun jendela.
“Liat Aurel??” tanya Bulan,
“Anak cerewet itu tadi sore cy ngapelin cowonya,hi...hi...hi..., kecil-kecil dah poenya cowo, gue kalah bo......hi..hi..hi..”
“Dia kenapa belum kesini?”
“Y elah neng,,, emang gue emaknya apa?? Meneketehe lah.....”
“Bawa kado apa kesini? Jangan bilang lo ngebuat kamar aku berantakan ini adalah kadonya.”
“Hi..hi..hi..hi... sayangnya emang bener tuh. Hi..hi..hi.. sorry yaw gue ge boke, hi..hi..hi..”
Bulan cemberut, tapi tersenyum akhirnya. Karna masih ada makhluk Tuhan yang mengingat ulang tahunnya. Kunti ko peduli dengan ultah y?? Namanya juga siKG, alias Kunti Gaul..... J
Cling!
Sumber suara yang entah dari mana datangnya itu meninggalkan bekas cahaya silau dimata Bulan. Otomatis kedua tangannya melindungi mata indah itu dengan menutup rapat-rapat matanya. Detik berikutnya...... suara terompet dan kembang api memenuhi kamar Bulan. Nyaringnya bukan main (walau pelayan Bulan dan laki-laki itu tak mendengar apapun). Bulan memekik girang, kejutan itu ternyata dari Aurel dengan anak buahnya. Jadilah semalam itu Bulan kembali merayakan ulang tahunnya bersama teman-teman dari dunia lain. Seakan ikut bergembira, malaikat penjaga Bulan dari kejauhan tersenyum. Tak pernah ada hal semacam ini, dua hal yang berbeda, berasal dari dunia lain, yang tak bisa menyatu, kini berbaur merayakan kebahagiaan Bulan kecil yang ditelantarkan. Bulan tertawa, menari, dan bernyanyi bersama semalaman, dan menjelang shubuh pesta itu berakhir. Mereka kelelahan dan pamitan ke Bulan untuk kembali ke tempat asal mereka.
“Sebelum aku pergi, aku ingin bertanya sesuatu sama kamu. Apakah yang paling kau inginkan dihari ulang tahunmu?” kata Aurel dengan nada antusias. Bulan teringat 5 tahun silam, dihari ulang tahunnya yang ke-6, dimana semua pengasingan itu berawal. “Apakah yang paling kau inginkan dihari ulang tahunmu, sayang...?”itu kata-kata mama yang terakhir didengar Bulan, masih sama perasaannya seperti dulu, masih sangat menginginkan itu,
Bulanpun menjawab, “Kalung,”
Aurel tersenyum, “Walaupun aku tak mungkin memberimu sebuah kalung dari duniamu, tapi aku sangat senang mengetahui keinginanmu. Teman terbaikku,” Aurelpun memeluk Bulan, walau tak bisa juga karna selalu menembus. Akhirnya Aurel menghilang bebarengan dengan pintu kamar yang terbuka dan pelayan Bulan masuk.
“Kenapa selalu berantakan kamarmu!” katanya dan langsung membersihkan daun-daun cemara yang berserakan itu. Lelah ternyata menghinggapi Bulan, tanpa berpikir lagi dia langsung merebahkan dirinya disofa tuk tidur. Karena kamarnya sedang dibereskan dan pelayan itu ngomel-ngomel mulu jika Bulan berada dikamarnya.
                                                         ***
Suatu sore di pinggir kebun teh, Bulan termenung di atas batu berharap batu ini menelannya dalam kedamaian. Bulan menatap awan yang berarak tertiup nafas dewi angin, tiba-tiba sebuah sinar keperakan terpancar dari kaki langit.

TO BE CONTINUE. . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar